Ini Contoh Nekat Bisnis yang Dimulai dari Tak Sengaja
01 December 2012
Add Comment
Kebumen - Banyak hal yang sifatnya kebetulan, seperti Mislam, warga Sendangdalem, Padureso, Kebumen, Jawa Tengah ini. Saat mengikuti studi banding usaha batu, di tengah perjalanan ban mobilnya bocor. Inspirasi berkreasi menekuni bisnis bambu pun muncul. Kok bisa?
"Karena perbaikan ban bocor lumayan lama, para penumpang diminta turun. Teman-teman mampir ke penjual durian, saya mendekati penjual kerajinan bambu pinggir jalan itu," katanya kepada detikFinance pekan lalu.
Ia menuturkan peristiwa itu terjadi 2003 silam, ban mobil bocor di perbatasan Magelang-Purworejo. Mislam dan sejumlah relawan lembaga internasional saat bertandang ke Magelang untuk belajar usaha batu.
Saat mampir ke penjual kerajinan bambu, Mislam bertanya banyak hal. Ia tak segan-segan meminta kartu nama sang perajin. Seminggu kemudian, ia meminta perajin mengizinkan karyawannya datang memberi pelatihan. Namun nego tidak berhasil, Mislam meminta bantuan lembaga tersebut untuk menggelar pelatihan kerajinan bambu.
"Akhirnya beliau mengizinkan karyawannya diundang," katanya.
Rencananya ternyata tidak mulus. Mislam yang kebetulan menjadi panitia acara, tak sempat menyimak. Namun karena ingin sekali menekuni usaha tersebut, guru atau mentor pelatihan diundangnya ke rumah, dan bahkan dipekerjakan selama dua tahun, hasilnya, ia mula sedikit mengerti.
Demi mempraktikkan ilmunya, Mislam meminta sejumlah bambu kepada tetangganya. Ia mencoba membuat kursi, hanya untuk latihan. Kursi itu ditaruh di depan rumah, namun tak disangka ada orang yang tertarik. Orang itu menanyakan harga dan butuh berapa lama untuk membuah satu set.
"Sebetulnya, orang itu hanya lewat. Tapi tidak tahu kenapa, ia langsung memesan. Itu pesanan pertama saya, dari Wonosobo," katanya.
Mislam mengaku tak perlu promosi atau beriklan, gaung bisnisnta tersebar, bahkan ada orang yang memesan 10 set kursi dan meja dengan memberi waktu 27 hari. Waktu itu tidak mungkin mengerjakannya sendiri, Mislam mengumpulkan beberapa orang yang pernah ikut pelatihan. Untungnya, mereka mau dan alat-alat sisa pelatihan bisa digunakan.
"Tidak sempat ngitung modal dan bagaimana bagi hasilnya, waktu itu, yang penting pesanan selesai pada waktunya," ungkap bapak dua anak ini.
Pesanan itu akhirnya selesai pada waktunya, para pekerja bubar. Sebagian mendirikan usaha sendiri, sebagian kembali ke pekerjaan utama, yakni mengurus sawah. Sejauh ini, hanya satu dua yang bertahan dengan usaha itu, termasuk Mislam.
"Saya bertahan, karena tak punya pekerjaan lain," katanya sambil tertawa lebar.
Secara geografis, rumah Mislam tergolong strategis. Dekat dengan Bendungan Wadaslintang. Banyak orang lalu lalang, baik wisata maupun memancing. Alhasil, kreasi bambunya sering dilihat. Sebagian mampir untuk bertanya, sebagian langsung memesan.
"Sisanya cuma lewat," katanya lelaki kurus ini.
Mislam terus mengasah kemampuan mengolah bambu. Ia mendatangkan mantan mentornya. Dua mantan mentornya dipekerjakan. Setelah benar-benar merasa 'mahir', Mislam kian percaya diri berkreasi. Ia lama kelamaan kerepotan menghadapi tingginya pesanan, sehingga terpaksa mencari orang untuk membantunya.
"Kalau pesanan banyak, ada enam pekerja. Tapi kalau sedikit, ya dua atau empat orang," katanya.
Usaha kecil-kecilan itu dikerjakan di samping rumah. Mislam melabeli terasnya dengan spanduk 'Pengrajin Bambu Margo Wulung'. Harapannya, orang yang lalu lalang ke Wadaslintang mampir dan tentu saja, langsung memesan. Harga produk kursi bambunya rata-rata Rp 500.000 per set.
Bahan berupa bambu wulung didapatkan dari daerah sekitar. Belakangan ini, ia mengambil dari Wonosobo. "Kata orang, bambu dari sana cukup berkualitas, terutama karena usia pohonnya lebih dari tiga tahun," jelasnya.
Khusus untuk ukiran pada sandaran maupun meja yang dulu didapatkan dengan cara membeli, kini dibuat sendiri. Ada gambar bunga, burung, wayang. Kreasi Mislam tersebar ke berbagai daerah.
"Tapi masih sekitar Jawa Tengah saja. Kebumen, Wonosobo, Semarang, dan lain-lain," ungkapnya.
Berkat usaha rumahan itu, Mislam bisa menghidupi keluarga dan 'sedikit' terkenal. Jika lewat di sekitar Wadaslitang, cukup sebut nama 'Mislam', semua orang pasti tahu. Mereka akan menunjuk rumah yang posisinya lebih rendah dari jalan beraspal dan letaknya tak jauh dari pintu masuk bendungan yang terletak di perbatasan Kebumen-Wonosobo itu.
Sumber : http://finance.detik.com
"Karena perbaikan ban bocor lumayan lama, para penumpang diminta turun. Teman-teman mampir ke penjual durian, saya mendekati penjual kerajinan bambu pinggir jalan itu," katanya kepada detikFinance pekan lalu.
Ia menuturkan peristiwa itu terjadi 2003 silam, ban mobil bocor di perbatasan Magelang-Purworejo. Mislam dan sejumlah relawan lembaga internasional saat bertandang ke Magelang untuk belajar usaha batu.
Saat mampir ke penjual kerajinan bambu, Mislam bertanya banyak hal. Ia tak segan-segan meminta kartu nama sang perajin. Seminggu kemudian, ia meminta perajin mengizinkan karyawannya datang memberi pelatihan. Namun nego tidak berhasil, Mislam meminta bantuan lembaga tersebut untuk menggelar pelatihan kerajinan bambu.
"Akhirnya beliau mengizinkan karyawannya diundang," katanya.
Rencananya ternyata tidak mulus. Mislam yang kebetulan menjadi panitia acara, tak sempat menyimak. Namun karena ingin sekali menekuni usaha tersebut, guru atau mentor pelatihan diundangnya ke rumah, dan bahkan dipekerjakan selama dua tahun, hasilnya, ia mula sedikit mengerti.
Demi mempraktikkan ilmunya, Mislam meminta sejumlah bambu kepada tetangganya. Ia mencoba membuat kursi, hanya untuk latihan. Kursi itu ditaruh di depan rumah, namun tak disangka ada orang yang tertarik. Orang itu menanyakan harga dan butuh berapa lama untuk membuah satu set.
"Sebetulnya, orang itu hanya lewat. Tapi tidak tahu kenapa, ia langsung memesan. Itu pesanan pertama saya, dari Wonosobo," katanya.
Mislam mengaku tak perlu promosi atau beriklan, gaung bisnisnta tersebar, bahkan ada orang yang memesan 10 set kursi dan meja dengan memberi waktu 27 hari. Waktu itu tidak mungkin mengerjakannya sendiri, Mislam mengumpulkan beberapa orang yang pernah ikut pelatihan. Untungnya, mereka mau dan alat-alat sisa pelatihan bisa digunakan.
"Tidak sempat ngitung modal dan bagaimana bagi hasilnya, waktu itu, yang penting pesanan selesai pada waktunya," ungkap bapak dua anak ini.
Pesanan itu akhirnya selesai pada waktunya, para pekerja bubar. Sebagian mendirikan usaha sendiri, sebagian kembali ke pekerjaan utama, yakni mengurus sawah. Sejauh ini, hanya satu dua yang bertahan dengan usaha itu, termasuk Mislam.
"Saya bertahan, karena tak punya pekerjaan lain," katanya sambil tertawa lebar.
Secara geografis, rumah Mislam tergolong strategis. Dekat dengan Bendungan Wadaslintang. Banyak orang lalu lalang, baik wisata maupun memancing. Alhasil, kreasi bambunya sering dilihat. Sebagian mampir untuk bertanya, sebagian langsung memesan.
"Sisanya cuma lewat," katanya lelaki kurus ini.
Mislam terus mengasah kemampuan mengolah bambu. Ia mendatangkan mantan mentornya. Dua mantan mentornya dipekerjakan. Setelah benar-benar merasa 'mahir', Mislam kian percaya diri berkreasi. Ia lama kelamaan kerepotan menghadapi tingginya pesanan, sehingga terpaksa mencari orang untuk membantunya.
"Kalau pesanan banyak, ada enam pekerja. Tapi kalau sedikit, ya dua atau empat orang," katanya.
Usaha kecil-kecilan itu dikerjakan di samping rumah. Mislam melabeli terasnya dengan spanduk 'Pengrajin Bambu Margo Wulung'. Harapannya, orang yang lalu lalang ke Wadaslintang mampir dan tentu saja, langsung memesan. Harga produk kursi bambunya rata-rata Rp 500.000 per set.
Bahan berupa bambu wulung didapatkan dari daerah sekitar. Belakangan ini, ia mengambil dari Wonosobo. "Kata orang, bambu dari sana cukup berkualitas, terutama karena usia pohonnya lebih dari tiga tahun," jelasnya.
Khusus untuk ukiran pada sandaran maupun meja yang dulu didapatkan dengan cara membeli, kini dibuat sendiri. Ada gambar bunga, burung, wayang. Kreasi Mislam tersebar ke berbagai daerah.
"Tapi masih sekitar Jawa Tengah saja. Kebumen, Wonosobo, Semarang, dan lain-lain," ungkapnya.
Berkat usaha rumahan itu, Mislam bisa menghidupi keluarga dan 'sedikit' terkenal. Jika lewat di sekitar Wadaslitang, cukup sebut nama 'Mislam', semua orang pasti tahu. Mereka akan menunjuk rumah yang posisinya lebih rendah dari jalan beraspal dan letaknya tak jauh dari pintu masuk bendungan yang terletak di perbatasan Kebumen-Wonosobo itu.
Sumber : http://finance.detik.com
0 Response to "Ini Contoh Nekat Bisnis yang Dimulai dari Tak Sengaja"
Post a Comment